Rabu, 30 November 2011

Just Do It!


Bacaan: Matius 14:22-33

Maka Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air mendapatkan Yesus.- Matius 14:29


Untuk menjadi seorang entrepreneur sejati, kita harus memiliki keberanian untuk melangkah. Tanpa keberanian untuk melangkah, mimpi yang besar, strategi yang sangat bagus, bahkan perencanaan yang sangat sempurna akan menjadi sia-sia. Memang kadangkala kita takut jika sudah diperhadapkan dengan sejumlah resiko yang bakal kita alami. Bagaimana kalau nanti gagal? Bagaimana kalau responnya sangat buruk? Bagaimana kalau keadaan tidak menjadi baik? Ingatlah bahwa hidup memang mengandung resiko, dan prinsipnya adalah seperti ini : lebih baik mencoba dan gagal daripada tidak melakukan apa-apa sama sekali.
Untuk menggambarkan pentingnya sebuah action, kita bisa belajar dari illustrasi bagaimana caranya orang belajar renang. Untuk bisa berenang, belajar teori memang perlu. Namun hal itu belumlah cukup. Menguasai teori bagaimana berenang, bukan berarti kita sudah bisa berenang. Lalu apa yang harus kita lakukan supaya kita bisa berenang? Tidak ada pilihan lain kecuali kita harus berani menceburkan diri di kolam renang dan mulai bergerak. Memang ada kalanya kita tenggelam, bahkan kemasukan air. Itu bagian dari resiko yang harus kita ambil. Percayalah dengan berani bayar harga berupa beberapa teguk air kolam dan upaya yang kuat untuk bisa berenang akan membuat kita benar-benar bisa berenang.
Just do it, miracle happen! Lakukanlah, dan mujijat akan terjadi! Sepanjang saya membaca kisah-kisah mujijat di dalam Alkitab, itu semua selalu diawali dengan keberanian untuk melangkah. Ketika Musa mengulurkan tongkatnya ke atas laut Kolsom, mujijat terjadi. Ketika Yosua mulai melangkahkan kakinya ke atas sungai Yordan, mujijat terjadi. Ketika Naaman mulai melangkah ke sungai Yordan dan membenamkan dirinya, mujijat terjadi. Ketika Petrus berani melangkah di atas air, mujijat terjadi! Demikian juga di saat kita berani untuk melangkah dalam pekerjaan kita, mujijat juga akan terjadi! Jiwa seorang entrepreneur sejati adalah keberanian yang dipimpin oleh hikmat.
Milikilah keberanian yang dipimpim oleh hikmat.

Belajar dari Kesalahan


Bacaan: Amsal 14:1-35

Orang bijak berhati-hati dan menjauhi kejahatan, tetapi orang bebal melampiaskan nafsunya dan merasa aman. - Amsal 14:16


Tahun enam puluhan, sebelum era komputer dan elektronik, seorang juru tik yang ceroboh di Houston, Texas, mencari cara untuk memperbaiki kesalahan ketiknya. Ia menemukan cat putih di garasi yang diencerkan dengan cairan pengencer, lalu mulai menghapus kesalahannya dengan 'cat' itu. Ia menunggu cat itu kering lalu mengetikkan ejaan yang benar. Rekan-rekannya menyukai gagasannya dan ingin membeli larutan buatannya. Gagasan itu menjadi populer, sampai perusahaan 3-M membeli produk dan gagasannya dengan harga tiga juta dolar. Kini, kita mengenalnya sebagai Type-Ex. Ternyata, kesalahan pun dapat menjadi ide brilian.
Tidak perlu malu karena pernah berbuat kesalahan, selama hal itu dapat menjadikan kita lebih bijaksana dari sebelumnya. Keterbatasan pengetahuan, ketidaktahuan, lupa, dan masih banyak hal lain dapat membuat kita salah dalam bertindak dan mengambil keputusan. Dalam hidup, kita pasti akan mengalami rasanya melakukan kesalahan. Namun, yang penting adalah kenali kesalahan-kesalahan itu dan belajarlah darinya, supaya kita jangan terus berkubang di kesalahan yang sama.
Di dalam Alkitab, kita juga melihat beberapa tokoh besar yang semasa hidupnya pernah berbuat salah. Sebut saja Petrus. Ia pernah menyangkal Yesus sebanyak tiga kali, tetapi ia bertobat. Setelah dipulihkan, hidupnya pun menjadi berkat bagi orang banyak. Berbeda sekali dengan Yudas. Sama-sama murid Yesus, mereka juga sama-sama bersalah. Namun, bedanya Yudas lebih memilih untuk berkubang dalam lumpur dosa, sehingga ia mati sia-sia.
Presiden Roosevelt berkata, “Satu-satunya orang yang tidak membuat kesalahan adalah orang yang tidak pernah melakukan apa-apa.” Sedangkan Paul Galvin mengatakan, “Jangan takut dengan kesalahan. Kebijaksanaan biasanya lahir dari kesalahan.” So, tetaplah berkarya. Don't worry about fail! Ok?

Misteri 13


Bacaan:

Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah.- I Timotius 4:7


Amatilah perilaku masyarakat posmodern. Seharusnya semakin maju sebuah peradaban, maka hal-hal yang bersifat takhayul atau mistis akan semakin ditinggalkan. Nyatanya, sampai kini hal-hal yang bersifat mistis atau takhayul masih saja populer. Sebagai contoh adalah ketakutan dengan angka 13 yang ditengarai sebagai angka sial. Istilah lain untuk ketakutan terhadap angka 13 ini adalah triskaidekaphobia. Tidak perlu heran kalau di sebuah hotel tidak ada lantai ke 13 dan tidak ada kamar nomor 13. Alamat rumah juga jarang memakai angka 13, biasanya diganti 12B. Begitu keramatnya angka 13, pemikir-pemikir modern, hebat dan kaya raya seperti Paul Getty sampai presiden Amerika seperti Franklin Delano Roosevelt selalu tegas menolak hadir dalam acara resmi yang dihadiri tiga belas orang. Aneh, bukan?
Mengapa hal-hal yang bersifat takhayul bisa sedemikian populer? Kemungkinan besar karena cerita dari mulut ke mulut tentang berbagai macam peristiwa sial dan mengerikan yang terjadi di seputar angka 13 tersebut, apalagi kalau terjadi di tanggal 13 di hari Jumat (Friday). Anggap saja cerita tersebut tidak dibuat-buat dan peristiwa mengerikan tersebut benar-benar terjadi di tanggal 13 atau hal-hal yang berkaitan dengan angka 13, apakah itu menunjukkan bahwa angka 13 benar-benar angka sial dan angka keramat?
Tentu saja tidak demikian. Bisa saja peristiwa tersebut terjadi karena kebetulan saja. Atau kemungkinan yang lain adalah disebabkan orang yang bersangkutan begitu meyakini atau “mengamini” bahwa angka 13 benar-benar angka sial. Seperti yang kita tahu, sering kali apa yang kita yakini, itulah yang akan terjadi. Firman Tuhan sendiri juga mengatakan apa yang kita takutkan itulah yang terjadi. Dari hal ini, kita bisa menarik kesimpulan bahwa angka 13 bukanlah angka keramat yang menyeramkan, karena semua angka itu baik. Keyakinan terhadap hal-hal yang bersifat takhayul itulah yang tidak baik.

GBU,,,

Doa itu Kebutuhan


Bacaan: Efesus 6:10-20

Dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh. - Efesus 6:18a


Suatu waktu di gereja, seorang pendeta bertanya kepada satu keluarga, “Apakah kalian melakukan doa bersama?” “Maaf, Pak pendeta,” jawab kepala keluarga itu, “kami tidak punya waktu untuk itu.” Pendeta itu berkata, “Seandainya kamu tahu salah seorang anakmu akan sakit, apakah kalian tidak akan berdoa bersama memohon kesembuhannya?” “Oh, tentu kami akan berdoa,” jawab sang ayah. “Seandainya kamu tahu bahwa ketika kamu tidak berdoa bersama, salah satu anakmu akan terluka dalam kecelakaan, apakah kamu tidak akan berdoa bersama?” “Kami pasti akan melakukannya.” “Seandainya untuk tiap hari ketika kamu lupa berdoa, kamu akan dihukum lima ratus ribu, apakah kamu akan berdoa?” “Tentu Pak, kami akan berdoa bersama. Tapi maaf, apa maksud pertanyaan-pertanyaan tadi?” “Begini Pak, saya pikir masalah keluarga Anda bukan soal waktu. Buktinya Anda ternyata selalu punya waktu untuk berdoa. Masalahnya adalah, Anda tidak menganggap doa keluarga itu penting, sepenting membayar denda atau menjaga agar anak-anak tetap sehat.”
“Tuhan, ampunilah kami karena kami telah berpikir bahwa doa adalah membuang waktu dan tenaga, dan tolonglah kami agar dapat melihat bahwa tanpa doa pekerjaan kami hanya membuang waktu dan tenaga...” ungkap Peter Marshall. Ya, doa seharusnya menjadi kunci pembuka di pagi hari dan gembok pelindung di malam hari. Doa memberi kekuatan pada orang lemah, membuat orang tidak percaya menjadi percaya, dan memberi keberanian pada orang yang takut. Jika kita berdoa saat kesulitan, doa itu akan meringankan kesulitan kita. Jika kita berdoa pada saat gembira, doa itu akan melipatgandakan kegembiraan kita.
Bila akhir-akhir ini kita tidak atau jarang berdoa, sekaranglah waktunya untuk memulai kembali. Komunikasi langsung dengan Tuhan melalui doa dapat menciptakan keajaiban bagi diri kita sendiri dan bagi orang lain. Ingatlah bahwa satu hari yang dilipat dalam doa tidak akan mudah dikoyakkan.

GBU,,,

Tidak Ditentukan Orang Lain


Bacaan:

Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka. - Lukas 6:35


Dua orang sahabat sedang menghampiri kios koran dan membeli beberapa koran serta majalah. Adanya pembelian harusnya membuat penjual koran tersebut senang. Tapi yang terjadi tidaklah demikian. Dia melayani dengan buruk, tidak sopan, dan dengan muka cemberut. Orang pertama jelas jengkel menerima layanan yang buruk seperti itu. Yang mengherankan, orang kedua tetap enjoy, bahkan bersikap sopan kepada penjual tersebut. Orang pertama bertanya kepada sahabatnya, “Mengapa kamu bersikap sopan kepada penjual menyebalkan itu?” Sahabatnya menjawab, “Mengapa aku harus mengizinkan dia menentukan caraku dalam bertindak?”
Yes! Itulah pointnya! Jangan pernah biarkan orang lain menentukan cara kita bertindak seandainya orang tersebut sedang melakukan hal yang buruk kepada kita. Sayangnya, sering kali kita tidak berbuat demikian. Tindakan kita kerap dipengaruhi oleh tindakan orang lain kepada kita. Kalau mereka melakukan hal yang buruk, kita akan membalasnya dengan hal yang lebih buruk lagi. Kalau mereka tidak sopan, kita akan lebih tidak sopan lagi. Kalau orang lain pelit terhadap kita, kita yang semula pemurah tiba-tiba jadinya sedemikian pelit kalau harus berurusan dengan orang tersebut.
Harus saya akui, kadang kala saya gagal juga dalam hal ini, khususnya saat saya berkendara. Saat ada mobil lain menyerobot jalan dengan seenaknya, saya tiba-tiba jadi jengkel dan berusaha membalasnya dengan gantian menyerobot jalannya. Tindakan saya dipengaruhi oleh tindakan orang lain terhadap saya. Di sisi lain, saya bisa berbuat sedemikian baik, santun, dan luar biasa terhadap orang yang juga melakukan hal yang sama kepada saya. Saat saya merenung-renung tentang hal ini, saya jadi malu sendiri. Mengapa tindakan saya harus dipengaruhi oleh orang lain? Mengapa untuk berbuat baik saja, saya harus menunggu diperlakukan dengan baik oleh orang lain dulu? Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda juga punya “penyakit” seperti saya? Jaga suasana hati, jangan biarkan sikap buruk orang lain kepada kita menentukan cara kita bertindak.

GBU...


Sumber  :  www.renungan-spirit.com

Sedia Payung Sebelum Hujan


Bacaan: Kejadian 41

-


Waktu kecil, ketika saya pertama kalinya menerima uang saku, senengnya bukan main. Ayah saya memberikan uang saku sekali seminggu. Tentunya beliau ingin mengajarkan kepada anak-anaknya bagaimana mengelola uang meski tidak banyak. Hari Minggu adalah hari yang paling ditunggu karena itulah “hari gajian” kami. Anak-anak menerima uang jajan untuk dipergunakan di hari Senin sampai Sabtu mendatang. Pertama-tama, karena belum pernah pegang uang sebelumnya, saya membelanjakan uang itu untuk membeli jajanan yang saya inginkan di sekolah. Tak terasa uang sudah habis di hari kedua. Akibatnya, saya harus puasa jajan selama hari Rabu sampai Sabtu. Itulah pelajaran pertama dalam hidup saya, bagaimana pentingnya mengelola keuangan.
Hari-hari ini dunia sedang menggeliat kesakitan karena krisis ekonomi. Krisis besar-besaran ini adalah krisis keuangan terbesar sepanjang dunia modern. Resesi global sudah mulai terjadi diawali dari Amerika yang selama ini diyakini sebagai negara terkuat. Bahkan negara-negara yang selama ini dianggap maju dan stabil seperti Singapura dan Inggris telah merasakan dampaknya. Sebagai anak muda yang ngakunya modern ;) jangan sampai kita enggak tau apa-apa soal hal ini. Kalo selama ini kita sudah terbiasa hidup nyaman dalam kelimpahan, sekaranglah waktunya kita menggantinya dengan gaya hidup hemat sebelum terlambat.
Girls, kita memang punya Tuhan yang senantiasa sanggup mencukupi kebutuhan kita. Kita punya Allah yang enggak terbatasi resesi untuk memberkati kita. Tapi Tuhan tidak menghendaki kita hidup seperti orang bebal. Kita bisa meneladani Yusuf yang penuh hikmat Allah, mempersiapkan diri menjelang masa kelaparan selama 7 tahun, bahkan menyelamatkan hidup suatu bangsa yang besar. (Kej. 50:20)
Mulai sekarang kita harus lebih bijak dalam mengatur keuangan kita. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari gara-gara kebodohan kita sendiri. Hiduplah dengan hemat dan bijaksana. Malam minggu enggak selalu harus jalan-jalan ke mall (yang artinya bakalan bikin kita jadi pengen ini itu). Rutinlah menabung dan rencanakanlah pengeluaran dengan baik (bukan hanya membuat catatan pengeluaran saja). Enggak perlu kuatir akan hari esok, selama kita hidup dalam kehendak Tuhan. Okay, girl... be smart!

Sumber : www.renungan-spirit.com

Menerima yang Buruk ?


Bacaan: Ayub 1-2:10

...Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?... - Ayub 2:10


Di saat kita mengalami peristiwa-peristiwa buruk dalam hidup, biasanya kita cenderung bersikap protes dan tidak dapat menerimanya dengan sukacita. Kita bertanya pada Tuhan, ”Mengapa semuanya ini Kau biarkan terjadi?” Apalagi jika tidak ada kesalahan yang kita lakukan yang setimpal dengan semua “hukuman” ini. Kita memprotes Tuhan dengan berkata, ”Ini tidak adil...”
Kadangkala kita merasa bahwa hidup ini tidak adil bagi kita. Lalu apakah kita pantas memprotesnya kepada Tuhan? Ayub pernah mengalami hal yang sama sekali tidak adil. Dia seorang yang benar bahkan Tuhan pun memuji kesalehannya. Tidak ada kesalahan yang diperbuatnya hingga “hukuman” bertubi-tubi datang dalam hidupnya. Anak-anaknya tewas dalam sekejap, harta kekayaannya habis sama sekali dengan cara yang tak dapat dipercaya, dan tiba-tiba seluruh tubuhnya dipenuhi penyakit yang memalukan dan menyiksanya. Tetapi apa yang dikatakan Ayub sebagai reaksi pertamanya terhadap semua kejadian itu sungguh sangat luar biasa. Saya percaya bahwa hikmat Allah yang menuntun bibirnya untuk mengucapkan kata-kata ini, “Apakah kita hanya mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?”
Bila Anda seorang isteri atau suami, maukah Anda diperlakukan sedemikian oleh pasangan Anda? Isteri Anda hanya mau hidup bersama-sama dengan Anda bila semua keinginannya terpenuhi. Di saat Anda kena PHK atau terbaring tak berdaya di rumah sakit, ia meninggalkan Anda. Atau bayangkan bila suami Anda hanya mencintai Anda bila tubuh Anda masih seksi. Saat Anda sudah melahirkan anak-anak baginya dan tidak memiliki tubuh yang indah lagi, ia mencampakkan Anda dan mencari wanita lain untuk memuaskan keinginannya.
Bukti kasih kita kepada seseorang akan terbukti di saat kita harus melewati masa-masa yang tidak menyenangkan. Anda tidak akan pernah mengetahui kesetiaan pasangan Anda bila tidak ada ujian yang tidak menyenangkan terjadi dalam hidup Anda. Demikian pula Allah harus mencari tahu apakah kita benar-benar mengasihi-Nya dalam segala keadaan dengan memberikan kita ujian-ujian kehidupan. Kebangkrutan, penolakan, kehilangan, dan penderitaan lainnya hanyalah cara Allah untuk mengetahui isi hati kita yang sebenarnya./Silvie
Tuhan mengijinkan penderitaan terjadi hanya untuk mengetahui isi hati kita yang sesungguhnya.

GBU..

Sumber : www.renungan-spirit.com

Selasa, 15 November 2011

First Love


Bacaan: Wahyu 2:1-7

... karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula.- Wahyu 2:4

Tentu kita setuju bahwa hal yang baru merupakan sesuatu yang sangat mengasyikan. Saat awal mula belajar gitar, saya begitu kecanduan dengan gitar ini, sehingga tiada waktu senggang yang dilewatkan begitu saja tanpa belajar gitar. Namun sekarang, saat saya sudah bisa memainkan gitar, semangat yang menggebu-gebu itu semakin menyurut dan memainkan gitar tak lagi menyenangkan seperti ketika pertama kali belajar memainkannya. Hal yang sama juga terjadi saat saya belajar komputer untuk pertama kalinya. Mengetik dan membiarkan jari jemari menari-nari di atas keyboard adalah hal yang menyenangkan, sampai-sampai saya mengetik semua hal yang bisa diketik. Namun sekarang, setelah saya berkutat tiap hari di depan komputer untuk menulis, kegiatan mengetik tak menyenangkan seperti dulu. Bahkan kadangkala saya merasa letih dan bosan! Awal mula kita jatuh cinta, perasaan menggebu mendorong kita untuk selalu ingin bertemu, kencan dan menghabiskan waktu bersama-sama, namun setelah kita masuk dalam bahtera rumah tangga, kadangkala perasaan kita yang menggebu juga surut dengan sendirinya dan semuanya menjadi begitu biasa.
Jika hal yang seperti ini terjadi dalam hubungan kita dengan Kristus, maka Alkitab menyebutnya dengan istilah kehilangan kasih yang mula-mula. Waktu pertama kali kita bertobat dan mengalami perjumpaan secara pribadi dengan Tuhan, bukankah kita begitu semangat dan haus akan hal-hal rohani? Kita berdoa tanpa henti, membaca Alkitab dengan penuh kehausan dan melakukan pelayanan dengan sukacita, namun sekarang apakah cinta mula-mula itu masih kita pertahankan dalam kehidupan rohani kita? Ataukah seiring waktu yang berjalan, kasih kita kepada Tuhan mulai surut dan terlihat begitu membosankan?
Belajar dari jemaat di Efesus, hal yang paling penting bukanlah sejauh mana kita bekerja keras dalam melayani Tuhan, atau sebesar apakah jerih payah dan ketekunan kita, atau seberat apa penderitaan kita karena Kristus. Hal-hal itu memang penting, tapi yang terpenting adalah apakah masih ada kasih mula-mula di dalam kehidupan rohani kita? Tanpa di dasari kasih yang mula-mula, maka semua hal yang kita lakukan bagi Tuhan menjadi nihil dan tak berarti. Perhatikan warning dari Tuhan ini : Ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh!

Apa yang kita bangun dengan susah payah menjadi tak berarti, jika tidak kita menjadikan kasih sebagai pondasinya.


Sumber   : www.renungan-spirit.com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Visitors

free counters
Free counters
No Rek : Nomer Rekening
A/N : Nama Anda

VISITORS ON THIS BLOG